Posted by : Unknown
Rabu, 19 Juni 2013
Sambil
melihat acara televisi, dia terus mengotak-atik handphone yang ada di
genggamannya. Entah dengan alasan apa, tapi semua itu dia lakukan karena memang
kurang kerjaan. Sesekali dia tersenyum melihat foto yang dipandanginya.
”Hey, apa kabar kamu disana?”
Aku
sudah tak tau kabarmu lagi, tak seperti dulu kala saat semua kisahmu kuketahui.
Sambil memeluk gitar kesayangannya, alvin sesekali bernyanyi sambil melihat
foto demi foto yang dia sukai.
Layar
handphonennya tertuju pada suatu nomor yang dulu tak asing baginnya. Dulu,
handphoneku selalu ramai dengan pesan singkatmu heheh. Sambil tersenyum,
jemarinya mencoba mengetik sebuah pesan dan mengirimkannya ke nomor tersebut.
Memang
tak ada alasan, bahkan dia sendiri bingung kenapa juga dia melakukan hal
tersebut. Konyol memang, “duhh, kenapa
aku sms dia sih?”. Sambil menatap cermin, tampangnya yang ceria berubah
menjadi cemberut saat ada jerawat yang tumbuh di pipi setelah kanannya.
Handphonenya
berdering. Seketika detak jantungnya berpacu, berdetak lebih cepat. Saat
membuka pesan singkat yang ia terima, bibirnya seketika membentuk lengkungan
yang mungkin biasa disebut sebuah senyuman.
Beberapa
menit ia habiskan dengan mengutak-atik keypad handphonenya. Aneh, memang aneh.
Berkali-kali dia seperti orang gila, tersenyum sendiri tanpa sebab. Wajar saja
dia begitu, saat ini yang ia hubungi adalah wanita yang ia cintai dulu. Dulu?
Ia dulu karena sekarang mereka tidak lagi terikat dalam suatu hubungan.
“Gimana kabarmu disana, baik?”
“Ia alhamdulillah baik. Maaf aku gak bisa angkat
telpon kamu karena lagi di jalan”
Raut
wajahnya berubah, tampak rasa kecewa pada garis bibirnya namun ia tetap mencoba
tersenyum. Sambil tetap memainkan gitarnya sesekali alvin membalas pesan yang
ia terima saat itu. Dengan berat hati, dia mencoba untuk mengirim sebuah pesan
terakhirnya.
“Yaudah sana terusin, maaf aku ganggu waktumu J ”
“Emang ada apa koq telpon? SMS aja ya J”
“Hahaha gpp, udah sana terusin. Kan lagi di jalan cha”
“Gpp, koq aku kan gak nyetir vin.
Alvin menatap handphonenya sejenak. Tanpa berpikir
panjang, dia mulai membalas pesan singkat yang baru saja diterimanya. Sambil
merebahkan tubuhnya di dinding kamar, dia menghisap sebatang rokok yang baru
saja ia nyalakan.
“Kamu mau kemana? Lagi sama
cowokmu?”
Cowok? Ia, memang wanita pujaannya kini telah
menjadi milik orang lain.
“Abis dari rumah mbak sepupuku
hahaah. Ia sama dia, tadi dijemput”
“Owh yaudah terusin sana, gak enak
sama cowokmu. Ntr dia cemberut gara-gara ceweknya SMSan sama mantannya”.
“hahah aku loh udah putus sama dia.
Gimana kabarmu? Udah UAS apa belom?”
“Lho? Kenapa koq putus? Kan enak
bisa bareng terus. Gak LDRan kayak kita dulu”
“Rahasia ”
Saat mengakhiri pesan singkat terakhirnya, alvin
kembali meraih alat musik yang memiliki 6 sebar tersebut. Dia merasakan suatu
perasaan aneh yang tak ia pahami. Dengan menyanyikan lagu kesukaannya dia
tampak menghayati suasana yang ada saat itu. Jemarinya terlihat lentik dalam
memetik satu-persatu senar yang dapat menimbulkan suara indah tersebut.
Kulepas semua yang kuinginkan
Tak akan kuulangi
Maafkan jika Kau kusayangi
Dan bila Ku menanti
Pernahkah Engkau coba mengerti
Lihatlah Ku disini
Mungkinkah jika Aku bermimpi
Salahkah tuk mengerti
Takkan lelah Aku menanti
Takkan hilang cintaKu ini
Hingga saat Kau tak kembali
Kan Ku kenang di hati saja
Kau telah tinggalkan hati yang terdalam
Hingga tiada cinta yang tersisa di jiwa
Saat lirik lagu
telah selesai ia nyanyikan, saat jarinya tak lagi memetik senar gitarnya dan
mulai menghapus pipinya yang basah, alvin merobek secarik kertas dan mencoba
menorehkan perasaan yang ia rasakan. Wajahnya tampak serius saat menumpahkan
tinta ke dalam selembar kertas kosong itu. Dia benar-benar tidak tahu kemana
harus mengaduh.
Sakit? Sakitkah yang kamu rasakan sekarang?
Bagaimana rasanya ditelantarkan oleh orang yang kamu banggakan. Sudah
tahu kan?
Kurang lebih begitu yang kurasakan dulu. Bahkan sampai saat ini.
Di satu sisi aku sedih melihat engkau bersedih, karena bagaimanapun
itu.
Engkau dulu pernah mengisi relung hatiku.
Aku tak ingin melihatmu bersedih.
Aku tak ingin mendegarmu galau atas pria yang tak pantas kau galaukan.
Namun, di sisi lain. Aku bersyukur mendengarmu sakit.
Bukannya kejam, setidaknya engkau juga merasakan apa yang aku rasakan.
Lihatlah diriku disini.
Bahkan sampai saat ini, lukaku belum kering
Yang aku harapkan, engkau lebih bisa menghargai perasaan seseorang.
Cinta bukan permainan.
Engkau tak bisa seenaknya saja singgah pada suatu hati dengan tujuan
yang tak jelas.
Menjadikannya persinggahan, tanpa memperdulikan perasaannya
Kalau dulu kau mencampakkanku,
mungkin sekarang kau dicampakkannya
Kalau dulu kau menjadikanku tempat
persinggahan, mungkin kau hanya tempat persinggahannya juga
Kalau dulu kau mengabaikan
pengorbananku, sudah tahukah engkau rasanya diabaikan?
Saat dirimu mati-matian
mempertahankan hubunganmu, namun ia menyepelekannya.
Aku mungkin hanya persinggahan. Bukan
tujuan utamamu.
Tapi tahukah engkau, bahwa sebenarnya
aku menyebut namamu dalam setiap do’aku?
Untuk menjadikannya tulung rusuk yang
tuhan ciptakan buatku.
Sudah tahu kan bagaimana rasanya
sakit hati?
Setidaknya engkau telah merasakan
saat air matamu mengalir sia-sia.
Tak ada dendam sedikitpun dalam hati
ini.
Aku hanya ingin meluapkan emosi
negatif yang ada di hati ini.
Aku hanya ingin engkau membayangkan
bagaimana menjadi aku.
Jika dengan hubungan yang hanya
berjalan 8 minggu saja engkau merasakan sakit seperti itu
Bagaimana dengan aku? Coba bayangkan.
Dua kali aku menyembuhkanmu.
Bahkan tanpa kau suruh, aku selalu
ada saat engkau terjatuh oleh pengabaian pertama. Saat kepercayaan mulai
kubangun. Saat hati ini bersedia untuk menerimamu lagi.
Dengan mudahnya engkau mendorongku ke
dalam jurang yang menyakitkan.
Dua kali kau menyayat hati ini. Dua
kali kau berhasil membuatku hancur
Yang selalu aku yakini adalah
KARMA(Kamu Akan Rasakan Menjadi Aku)