Posted by : Unknown
Kamis, 14 November 2013
Untukmu yang pernah
hidup di duniaku
Untukmu yang pernah
berada di sampingku, sejajar dengan tulang rusukku
Bagaimana dengan
dunia barumu saat ini, masihkah ada bayangku disana?
Ada atau tiada,
harapanku kamu bisa selalu bahagia dan tampak tegar.
Perpisahan memang selalu terasa menyakitkan bukan?
Namun tahukah engkau hal yang jauh terasa menyakitkan
dari perpisahan?
Saat engkau dianggap "tak ada" di dunia ini
oleh orang yang engkau sayangi.
Rasanya, ruas-ruas tulang yang ada di dadamu seakan patah
secara berurutan, diterpa badai dan tak dapat kembali utuh dan pekatpun
berakhir sudah.
Perpisahan tak akan jadi perpisahan yang sesungguhnya
jika kalian masih saling bertegur sapa, saat kalian masih bisa saling
menyayangi, saat kalian masih tetap mebangun jembatan yang dapat menjadi jalan
untuk tetap bertemu.
Di saat seperti itu, engkau hanya kehilangan status dan
hakmu sebagai sepasang kekasih. Kalian masih bisa bertemu, dalam nyata atau
dalam balutan do’a.
Tapi bagaimana dengan yang satu ini, saat engkau dianggap
“tak ada”?
Jauh terasa lebih menyakitkan, saat keadaan tak lagi
berpihak ke arahmu, saat itulah engkau tak hanya kehilangan status dari orang
yang kau sayangi, namun juga kehilangan ragamu di dunia ini.
Saat engkau dianggap “tak ada” olehnya, engkau telah
“mati”, terkubur dan pergi dari dunia ini.
Saat engkau dianggap “tak ada” olehnya, engkau tak hanya
merasakan perpisahan, namun juga kehilangan sejarah, kenagan dan dunia kemarin.
Saat engkau dianggap “tak ada” olehnya, engkau telah
kehilangan sebagian dari hidupmu yang kemarin saat bersamanya.
Semuanya menjadi
asing, seolah engkau tak pernah menjalani hidup bersamaku bahkan membalas pesan
yang aku kirimkan saja tak kau lakukan.
Bagaimana bisa aku
berharap untuk tetap hidup di dunianya?
Bagaimana bisa aku
berharap terkenang secara semu di bilik hatinya?
Aku tidak bisa
melupakanmu, namun aku harus tetap jalani hidupku.
Kamupun begitu,
Jalanilah hidupmu. Biarkan semua ini hidup dalam hatiku, hatimu.