Posted by : Unknown
Selasa, 08 Oktober 2013
Ada yang bilang kalau cinta itu datang dan tumbuh karena telah terbiasa. Tapi, kenapa ketentuan tersebut tak juga berlaku untuk urusan melupakan. Harusnya melupakan juga terwujud karena telah terbiasa bukan? Terbiasa tak lagi di dekat orang yang kita sayangi. Terbiasa bercumbu dengan sepi dan merayu alam bawah sadar kita untuk tidak memikirkannya lagi. Hukum tersebut tak berlaku padaku, nyatanya sampai saat ini, engkau masih bebani pikiranku.
Semua memang telah berbeda!!!
Semua tlah berubah,
tak sama seperti dulu.
Engkau yang kuagungkan
dalam sekejap menjadi hal yang paling aku takuti. Engkau malaikatku menjelma
menjadi iblis bagiku untuk saat ini. Engkau bahagiaku berubah menuntun sedihku
dalam setiap detik. Satu kebanggaanku berpencar menjadi beribu amarah.
Aku percaya kekuatan cinta dari dirimu, namun aku juga
belajar bahwa cinta tak melulu soal bahagia darimu. Karenamu, aku takut
mendengar kata itu lagi. Karenamu aku tak percaya lagi akan janji, cinta dan semua
ucap manis itu. Bagiku semua itu hanyalah omong kosong. Bagaimana tidak? Rasa
itu bisa menjelma menjadi 180⁰ dari arti sebenarnya. Cinta berbelok arti dalam
sekejap menjadi benci. Bahkan menurutku jarak antara keduanya cukup kabur untuk
dijelaskan. Antara janji dan ingkar hanya perbedaan kata-kata yang dapat
terwujud saat cinta tak lagi ada.
Hingga detik ini, saat jemari ini mencoba berbicara lewat
tulisan yang ku buat, aku masih belajar untuk satu kata yang sama sekali sulit
untuk aku lakukan “ikhlas”. Duniaku
saat ini bagaikan terpenjara antara alam mimpi dan kenyataan. Aku berusaha untuk keluar dari dunia itu,
mencoba temukan kehidupan baru, tanpa harus takut untuk melihat ke belakang,
seakan tak terjadi apa-apa di hari kemarin. Aku masih mencoba itu sayang.
Kalau cinta butuh waktu, cinta datang karena terbiasa, aku
rasa itu hanya sandiwara karena kita masih terperangkap di dalam dunia kemarin.
Sama seperti halnya melupakan. Melupakan adalah hal yang mudah disaat kamu
telah beranjak dari dunia itu. Bahkan dalam hitungan hari, kamu dapat jumpai
dunia lain. Harusnya mudah bukan untuk melupakanmu?
Tak akan pernah ada
kata mudah untuk urusan mengikhlaskan dan merelakan. Hanya seorang pemenang
yang bisa melakukan hal tersebut, dan aku masih berjuang untuk meraih
kemenangan itu. Memaafkan tentu sudah kulakukan, melepaskan apalagi. Tapi
nyatanya melepaskan tak selalu merelakan. Menyerah dan realistis berbeda tipis.
Antara lelah untuk terus berjuang dan menerima kenyataan yang terjadi merupakan
dua sisi dari sebuah uang koin.
Aku yakin pasti setiap orang pernah merasakan hal yang
kurasakan, termasuk kamu. Aku tahu apa yang kamu rasakan, aku dapat merasakan
rasa “lelah” yang membebanimu, karena
aku juga “lelah” dengan semua ini.
Yang aku yakini adalah titik jenuh. Jika bahagia tak akan kau rasakan selamanya, tentu saja kesedihanpun
juga memiliki titik jenuh. Tak selamanya kau akan terpuruk!!! Kebahagiaan
sudah menantimu di ujung sana, tinggal bagaimana kamu berlari untuk
menggapainya. Perpisahan tak akan menjadi perpiasahan jika Tuhan menginginkan
perpisahan itu hanya sebagai “alat” untuk menguji. Jika engkau yang dituliskan
olehnya, pasti engkau yang akan rebah di bahuku saat malam datang.